Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bupati Inhil Sentil Tata Kelola Karbon Nasional, Suara Pesisir Riau Menggema ke Pusat

Selasa, 02 September 2025 | 15:20 WIB Last Updated 2025-09-02T08:20:20Z



INDRAGIRI HILIR, ELITNEWS.COM  — Pernyataan mengejutkan datang dari Bupati Indragiri Hilir (Inhil) H. Herman dalam acara pengukuhan 193 kepala desa beserta Ketua Tim Penggerak PKK desa se-Kabupaten Inhil di Aula Engku Kelana, Jumat (29/8/2025). Di hadapan para kepala desa, Bupati menegaskan bahwa kekayaan mangrove dan potensi blue carbon yang dimiliki Inhil adalah “aset masa depan yang tak ternilai” dan kabupaten ini tidak boleh hanya menjadi penonton.



Pernyataan yang kemudian viral di media sosial TikTok dan Facebook itu bukan sekadar ungkapan spontan. Ia adalah alarm politik-ekologis yang mengingatkan publik pada ketegangan serius dalam tata kelola karbon nasional.


Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2025, luasan mangrove di Indragiri Hilir mencapai 131.658 hektare—terluas di Provinsi Riau. Ekosistem ini bukan hanya benteng ekologi lokal, tetapi juga penopang ekonomi karbon global. Namun, dalam praktiknya, masyarakat pesisir yang menjaga mangrove dan menanggung risiko ekologis justru belum mendapat posisi setara dalam pembagian manfaat perdagangan karbon.


Kerangka hukum perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan dipertegas melalui Permen LHK Nomor 21 Tahun 2022. Namun, aturan ini menempatkan pemerintah provinsi sebagai fasilitator dan mengabaikan peran kabupaten. Akibatnya, desa-desa pesisir seperti di Inhil rawan terpinggirkan dari skema manfaat, sementara keuntungan berpotensi terserap di pusat atau korporasi besar.


“Bagaimana mungkin masyarakat pesisir yang menjaga mangrove tidak mendapat bagian yang adil dari nilai ekonomi karbon?” ungkap saya, Zainal Arifin Hussein, Ketua BDPN.


Pernyataan Bupati Inhil harus dibaca sebagai peringatan dini: tata kelola karbon tidak bisa diputuskan semata di tingkat pusat dan provinsi. Kabupaten dan masyarakat pesisir harus diberikan ruang setara dalam pembagian manfaat.


“Blue carbon tidak boleh diperlakukan hanya sebagai komoditas pasar. Ia adalah sumber kehidupan yang dijaga masyarakat pesisir, dan sudah seharusnya mereka yang pertama mendapatkan manfaatnya,” tegas saya.


Jika Inhil mampu memelopori model distribusi manfaat karbon yang adil dan transparan, maka suara dari pesisir Riau akan menjadi referensi nasional bahkan global. Keadilan iklim hanya akan terwujud bila masyarakat lokal ditempatkan pada posisi sentral dalam pengambilan keputusan.


Percikan singkat pernyataan Bupati Herman kini berpotensi menjadi api besar yang menyalakan percakapan strategis tentang hak daerah, martabat masyarakat pesisir, dan arah masa depan ekonomi biru Indonesia.****

×
Berita Terbaru Update