Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Rencana Transmigrasi di Pulau Burung & Rupat, Pemprov Riau Diminta Dengarkan Suara Masyarakat Adat

Jumat, 05 September 2025 | 11:49 WIB Last Updated 2025-09-05T04:49:12Z

 

PEKANBARU, ELITNEWS.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) mengumumkan rencana penyiapan lokasi transmigrasi baru di Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, serta Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Pengumuman  1 September 2025, yang disampaikan langsung oleh Kepala Disnakertrans Riau, Boby Rachmat, segera menarik perhatian publik dan menimbulkan respons beragam, terutama dari masyarakat adat yang terdampak.



Dalam penjelasannya, Boby menyebut lokasi transmigrasi di Pulau Rupat akan ditempatkan di Desa Sungai Cingam dan Desa Mekrok. Meski sebelumnya sempat masuk dalam program transmigrasi, kawasan itu dinilai belum efektif karena terbatas hanya pada permukiman, sementara lahan usaha masyarakat belum tersedia.


“Untuk Pulau Burung, kami masih melakukan evaluasi. Pemprov Riau sudah diperintahkan Gubernur untuk menyiapkan lokasi transmigrasi, termasuk kemungkinan bagi warga Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Namun hingga kini belum ada keputusan final,” jelas Boby.


Menanggapi rencana tersebut, berbagai pihak menyuarakan keprihatinan. Ketua Bangun Desa Payung Negeri (BDPN), Zainal Arifin Hussein, menekankan agar pemerintah tidak mengabaikan suara masyarakat adat.


“Pulau Burung memiliki lahan gambut luas dan ekosistem mangrove yang sangat rentan. Program transmigrasi tanpa kajian matang bisa memicu kerusakan lingkungan sekaligus ketegangan sosial. Suara masyarakat adat harus menjadi pertimbangan utama,” tegasnya.


Nada serupa disampaikan Ketua LAMR Kecamatan Pulau Burung, Datok Ahmad Yani, yang menegaskan masyarakat lokal bukan menolak pembangunan, melainkan meminta agar program berpihak kepada anak negeri.


“Kami masih banyak yang belum punya tanah, pekerjaan tetap, dan akses pendidikan layak. Kenapa bukan anak negeri yang diberdayakan lebih dulu, sebelum mendatangkan transmigran dari luar?” ujarnya.


LAMR juga mengingatkan adanya potensi konflik horizontal jika kebijakan ini dijalankan tanpa musyawarah yang adil. Ketimpangan perlakuan antara warga lokal dan transmigran dinilai bisa memunculkan kecemburuan sosial yang mengancam harmoni masyarakat.


Selain aspek sosial, kerentanan ekologis Pulau Burung menjadi sorotan. Lahan gambut yang ada merupakan penyangga air dan iklim, sementara mangrove melindungi garis pantai dari abrasi. Kehadiran permukiman baru tanpa perencanaan matang dikhawatirkan justru memperparah kerusakan lingkungan.


Zainal menegaskan pentingnya ruang dialog inklusif antara pemerintah, masyarakat adat, pemuda, dan organisasi sipil.


“Dialog terbuka dan jujur akan memastikan transmigrasi, jika dijalankan, benar-benar memperkuat kesejahteraan masyarakat lokal, bukan melemahkan. Mendengar suara masyarakat adat bukan hanya kewajiban moral, tapi juga strategi penting agar pembangunan berjalan damai dan berkelanjutan,” katanya.


BDPN menutup pernyataan dengan mengingatkan Pemprov Riau agar menjadikan masyarakat lokal sebagai fokus utama setiap program pembangunan. “Dengan pendekatan yang adil dan berbasis dialog, Pulau Burung bisa jadi contoh pembangunan harmonis antara manusia dan alam, bukan sumber konflik baru,” tegas Zainal.****

×
Berita Terbaru Update