PELALAWAN, ELITNEWS.COM,– Detik-detik menegangkan tengah berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Masyarakat menanti dengan penuh harap, apakah majelis hakim akan memutus perkara berdasarkan kebenaran dan keadilan, atau justru menyerah pada bayang-bayang praktik mafia peradilan yang kerap menjadi momok di dunia hukum.
Sidang putusan Perkara Nomor 32/Pdt.G/2025/PN Plw dijadwalkan digelar pada Senin, 13 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan putusan antara enam warga Desa Pulau Muda melawan PT Arara Abadi, perusahaan kehutanan raksasa yang beroperasi di Riau.
Kasus perdata ini menyita perhatian publik. Warga menggugat PT Arara Abadi karena diduga melakukan pembukaan kanal di lahan warga tanpa izin dan tanpa sepengetahuan pemerintah setempat. Kanal tersebut diklaim memotong lahan produktif masyarakat yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.
Fakta ini semakin terang setelah sidang pemeriksaan setempat (PS) pada Jumat, 12 September 2025, di Dusun IV, Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti. Majelis hakim PN Pelalawan meninjau langsung objek sengketa berupa kanal sepanjang ±2 kilometer di atas lahan seluas 18.775 m², yang menjadi inti dari perselisihan.
Sidang tersebut dipimpin langsung oleh Ketua PN Pelalawan, Dr. Andry Simbolon, SH, MH, bersama dua hakim anggota Alvin Ramadhan Nur Luis, SH, MH dan Ellen Yolanda Sinaga, SH, MH. Turut hadir perangkat desa dan warga setempat, termasuk Juliana (Sekretaris Desa Pulau Muda) dan Jumadi (Ketua RT 02/RW 13 Dusun IV).
Dalam keterangannya di lapangan, Juliana menegaskan bahwa kanal tersebut memang berada di atas lahan milik penggugat dan tidak pernah dilaporkan ke pemerintah desa.
“Kanal dibangun PT Arara Abadi di lahan milik Jamil dan kawan-kawan. Tidak ada laporan ke desa. Justru warga yang melapor dan meminta mediasi,” ujar Juliana.
Senada dengan itu, Jumadi (RT 02) dan Minas (RT 03) juga membantah klaim penasihat hukum PT Arara Abadi, Sartono SH, yang menyebut kanal berada di RT 03.
“Faktanya kanal itu masih di wilayah RT 02 dan berdiri di atas lahan warga tanpa izin tertulis dari pemilik sah,” tegas keduanya.
Akibat pembangunan kanal tersebut, para penggugat — Jamil, Mardi, Herman Hartono, Nurhadi Pratama Putra, Jamilah, dan Muhandri, mengaku tidak lagi bisa mengelola lahan mereka secara normal. Mereka menuntut perusahaan untuk menimbun kembali kanal, membangun jembatan penyeberangan, atau membayar ganti rugi sebesar Rp 5 miliar (Rp 4 miliar kerugian materiil dan Rp 1 miliar immateriil).
Kuasa hukum warga, Sariaman SH MH dari Posbakumadin Pelalawan, didampingi Wahyu Pananta Negoro SH, menegaskan bahwa tindakan PT Arara Abadi masuk kategori perbuatan melawan hukum (PMH).
“Dari hasil pemeriksaan setempat semakin jelas kanal digali PT Arara Abadi tanpa seizin pemilik lahan, tanpa sepengetahuan pemerintah desa, dan merugikan warga. Janji perusahaan menutup kanal atau membangun jembatan juga tak pernah ditepati,” tegas Sariaman.
Ia menambahkan, fakta lapangan yang ditunjukkan dalam sidang PS menjadi bukti kuat bagi majelis hakim untuk memutus secara adil.
“Perbuatan ini nyata dan terang benderang merupakan pelanggaran hukum. Kami mohon majelis hakim menjatuhkan putusan seadil-adilnya demi tegaknya keadilan bagi warga Pulau Muda,” ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan luas di Kabupaten Pelalawan dan sekitarnya karena dianggap sebagai ujian integritas hukum dan keberpihakan pengadilan terhadap rakyat kecil. Publik menanti apakah Pengadilan Negeri Pelalawan akan menegakkan keadilan di atas kebenaran, atau membiarkan kepercayaan rakyat terhadap hukum kembali runtuh.
Kini, semua mata tertuju pada Senin, 13 Oktober 2025, hari penentuan bagi enam warga Pulau Muda yang menantikan keadilan atas tanahnya, dan bagi PN Pelalawan yang diuji untuk berdiri di sisi kebenaran.****