Batam, elitnews.com - Instansi BP Batam melalui Direktorat pengamanan aset dan kawasan (Dirpam) BP Batam mengirimkan surat peringatan pertama terhadap pemilik bangunan warung dan panglong di depan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) yang beralamat di jalan Sekolah No.1 Sagulung, Kota Batam.
Surat peringatan pertama tersebut dikirim pada Senin (27/8/25) dengan dalil hasil pemeriksaan terhadap bangunan yang dinilai berdiri diatas jalur hijau (buffer zone). Selain itu, dalam surat peringatan dengan Nomor: B-6709/A7./PG.00.02/10/2025 juga dijelaskan bahwa keberadaan bangunan tersebut telah mengganggu ketertiban umum serta mengganggu akses jalan utama pada GPDI dan mengklaim bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum.
Surat peringatan pertama yang ditandatangani langsung oleh Direktur Pengamanan Aset dan Kawasan, Mujiyono ini juga menegaskan agar pemilik bangunan segera mengosongkan lokasi, menghentikan segala aktivitas dan membongkar bangunan dimaksud terhitung mulai tanggal 29 hingga 31 Oktober 2025.
Tentu, sikap tegas dan responsif Dirpam BP Batam ini dalam menindaklanjuti laporan patut diacungi jempol. Namun, apakah tindakan ini adil dan berlaku untuk semua bangunan yang berdiri di atas buffer zone?
Pakpahan, salah-satu pemilik bangunan warung kopi di depan Gereja tersebut kepada pelitatoday.com menyampaikan bahwa pihaknya sudah menempati lahan tersebut sejak tahun 1992 dan sudah memiliki legalitas berupa surat kavling dari BP Batam. Bahkan, permohonan pembayaran uang wajib tahunan (UWT) sudah diajukan sejak tahun 2023 lalu.
"Kami hanya mencari nafkah dengan berjualan disana sejak dulu, tidak perlu pakai Dirpam BP Batam untuk menindas. Namun jikapun pemerintah ingin menata wilayah tersebut, kami siap asal penertibannya menyeluruh dan bukan karna pesanan pihak tertentu dengan sepihak," kata Pakpahan. Selasa, 28 Oktober 2025.
Pakpahan juga melihat bahwa surat peringatan yang dilayangkan oleh pihak Dirpam BP Batam itu terkesan paksaan untuk menakut-nakuti masyarakat lemah demi memuluskan kepentingan pihak 'pemesan' yang notabene tidak mengedepankan cara kekeluargaan.
"Perangkat RT-RW bahkan Lurah tidak pernah ada pemberitahuan terkait rencana pengosongan lahan di depan Gereja ini. Tiba-tiba datang surat peringatan dari Dirpam BP Batam dengan menyampaikan bangunan kami berdiri diatas buffer zone. Kok baru sekarang?," katanya bertanya.
Lanjut Pakpahan, pihaknya tidak sedikitpun melakukan tindakan mengganggu di tempat tersebut sejak dulu. Bahkan katanya, lahan pintu utama Gereja tersebut mereka berikan dengan sukarela.
"Saya juga bingung kami menganggu dimana, jalan masuk menuju Gereja itu ada 2 pintu dengan parkiran yang luas. Kemarin kami sukarela kasih lahan untuk pintu utama mereka, sekarang kami kok mau digusur dengan sepihak. Ini jelas tidak adil," pungkasnya.
Terpisah, Ketua RW 11 Sagulung Indah 1 Kavling Lama, Kelurahan Sagulung Kota, Kecamatan Sagulung, Posman Tumpal, menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan dengan rencana pihak Gereja mengusir warganya yang mencari nafkah disana. Padahal, ia mengakui sudah ada beberapa permasalahan Gereja di wilayah tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.
"Pemilik bangunan itu kan warga saya, tentu surat penggusuran ini atas permintaan Gereja sendiri langsung ke Dirpam BP Batam. Ini tentu ada yang janggal dan terkesan melangkahi. Kalau kepentingan pemerintah atas buffer zone tentu semuanya harus digusur. Inikan tidak," kata Posman saat ditemui di rumahnya.
Posman menilai pihak Gereja terkesan melakukan dengan cara kasar dengan mengadu kepada pihak direktorat pengamanan aset dan kawasan BP Batam tanpa mengedepankan kepentingan bersama dengan cara kekeluargaan bersama perangkat setempat.
"Kok langsung ke Dirpam. Aset siapa yang mau diamankan? saya tanya Lurah soal ini beliau juga bilang tidak ada sosialisasi atau pemberitahuan. Kan aneh," cetusnya.
Sementara itu, Sekretaris GKPI, Darwis Simajuntak saat dikonfirmasi terkesan mengelak dan menyampaikan agar wartawan menghubungi tim yang ditugaskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Sesuai dengan rapat majelis Gereja, kami sudah ada tim untuk mengurus hal tersebut. Jadi saya tidak tahu menahu soal itu," katanya saat dihubungi via telepon.
Hingga berita ini dirilis, ketua tim GKPI yang ditugaskan mengurus terkait hal ini belum berhasil dimintai keterangan. Red

