PELALAWAN, ELITNEWS.COM - Sidang lanjutan kasus karhutla dengan terdakwa korporasi PT. Adei Plantationuts and Industry yang diwakili oleh Sdr. Goh Keng Ee selaku Manager, kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan, pada Kamis (10/09/2020).
Sidang yang dipimpin majelis hakim dengan diketuai oleh Ketua Pengadilan Negeri Pelalawan Bambang Setiawan, SH, MH tersebut, menghadirkan dua saksi ahli, yang pertama ahli kerusakan tanah yaitu Profesor, Dr. Bambang Heru Saharjo, dan yang kedua ahli Perkebunan yaitu Kiswandono, yang merupakan Kepala Seksi gangguan usaha dan pencegahan kebakaran Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian.
Usai memberikan kesaksian dalam persidangan, Profesor. Dr. Bambang Heru Saharjo ketika dikonfirmasi awak media mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi di areal PT Adei Plantations and Industry diduga ada unsur kesengajaan.
Profesor Dr Bambang Heru Saharjo menjelaskan, kebakaran di PT. Adei tidak hanya terjadi pada 2019 ini saja, tapi pada tahun 2000 pertama kali terjadi kebakaran dan tidak tanggung-tanggung sampai 3000 Hektar, belum lagi di tahun 2006, kemudian tahun 2015 terjadi lagi, dan ini terjadi lagi (Tahun 2019, red) dan ini adalah kebakaran terulang, dan yang menyedihkan lagi ini investasi dari negara tetangga.
"Mestinya dia itu memberikan contoh beginilah cara mengolah lahan yang baik, tidak kemudian membiarkan kebakaran sampai terjadi berulang-ulang seperti yang sekarang ini. Tentu saja saya keberatan, karena kebakaran itu nanti akan mengurangi produksifitas areal itu, yang nanti berindikasi kepada lahan lingkungan kita terganggu, juga nanti anak cucu tidak akan dapat hak mereka atas lahan yang mustinya mungkin dia akan peroleh," jelasnya.
Tadi juga saya sampaikan, lanjutnya, bahwa sejatinya perusahaan seperti ini itu perlu dipastikan kembali keinginan dia untuk berinvestasi itu memang niat untuk menyelamatkan lingkungan atau membiarkan terjadinya proses kebakaran seperti ini. Itukan ada investasi dari luar yang seharusnya memberikan contoh, tentu saja contoh yang baik. Kalau dia memberikan contoh yang tidak baik, itu yang harus dikawal dan bila perlu di audit dan sebagainya, supaya tidak terjadi lagi.
"Saya tidak mau lagi nanti beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian terjadi lagi kebakaran seperti ini, kalau terjadi lagi, pemerintah kita lebih baik ya dengan cara kita lah, sesuai aturan yang ada lah bagaimana," imbuhnya.
Dan saat ditanya apa indikatornya kalau itu dibakar, Prof Dr Bambang Heru Suharjo menjelaskan, yang pertama kebakaran itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Kemudian yang kedua, kalau tidak bisa terjadi dengan sendirinya berarti kebakaran itu bisa karena hal. Nah penyebabnya ada dua, bisa faktor alam dan bisa manusia.
Kalau faktor alam itu bisa memungkinkan itu dari petir dan juga larva gunung merapi. Nah ternyata disini tidak ada, dengan informasi itu tadi, apalagi difasilitasi oleh satelit yang resolusinya tinggi sehingga untuk memastikan titik itu terjadi kebakaran, sudah dipastikan itu bukan lagi titik panas tetapi titik api.
"Nah berbekal informasi itulah, ditambah lagi saya menemukan ada pohon sawit yang terbakar saat itu, mungkin mohon maaf yang lupa dia tebang dan timbun kedalam tanah, itu menjadi jelas bahwa kebakaran di situ (PT. Adei, red) adalah kebakaran yang bukan tidak di sengaja," pungkas Profesor. Dr. Bambang Heru Saharjo.
Sidang sebelumnya pada 25 Agustus 2020 telah menghadirkan HM Harris, hadir juga memberikan kesaksian Kepala Dinas (Kadis) Perkebunan dan Pertenakan Pelalawan, Mazrun.
EP
Sidang yang dipimpin majelis hakim dengan diketuai oleh Ketua Pengadilan Negeri Pelalawan Bambang Setiawan, SH, MH tersebut, menghadirkan dua saksi ahli, yang pertama ahli kerusakan tanah yaitu Profesor, Dr. Bambang Heru Saharjo, dan yang kedua ahli Perkebunan yaitu Kiswandono, yang merupakan Kepala Seksi gangguan usaha dan pencegahan kebakaran Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian.
Usai memberikan kesaksian dalam persidangan, Profesor. Dr. Bambang Heru Saharjo ketika dikonfirmasi awak media mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi di areal PT Adei Plantations and Industry diduga ada unsur kesengajaan.
Profesor Dr Bambang Heru Saharjo menjelaskan, kebakaran di PT. Adei tidak hanya terjadi pada 2019 ini saja, tapi pada tahun 2000 pertama kali terjadi kebakaran dan tidak tanggung-tanggung sampai 3000 Hektar, belum lagi di tahun 2006, kemudian tahun 2015 terjadi lagi, dan ini terjadi lagi (Tahun 2019, red) dan ini adalah kebakaran terulang, dan yang menyedihkan lagi ini investasi dari negara tetangga.
"Mestinya dia itu memberikan contoh beginilah cara mengolah lahan yang baik, tidak kemudian membiarkan kebakaran sampai terjadi berulang-ulang seperti yang sekarang ini. Tentu saja saya keberatan, karena kebakaran itu nanti akan mengurangi produksifitas areal itu, yang nanti berindikasi kepada lahan lingkungan kita terganggu, juga nanti anak cucu tidak akan dapat hak mereka atas lahan yang mustinya mungkin dia akan peroleh," jelasnya.
Tadi juga saya sampaikan, lanjutnya, bahwa sejatinya perusahaan seperti ini itu perlu dipastikan kembali keinginan dia untuk berinvestasi itu memang niat untuk menyelamatkan lingkungan atau membiarkan terjadinya proses kebakaran seperti ini. Itukan ada investasi dari luar yang seharusnya memberikan contoh, tentu saja contoh yang baik. Kalau dia memberikan contoh yang tidak baik, itu yang harus dikawal dan bila perlu di audit dan sebagainya, supaya tidak terjadi lagi.
"Saya tidak mau lagi nanti beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian terjadi lagi kebakaran seperti ini, kalau terjadi lagi, pemerintah kita lebih baik ya dengan cara kita lah, sesuai aturan yang ada lah bagaimana," imbuhnya.
Dan saat ditanya apa indikatornya kalau itu dibakar, Prof Dr Bambang Heru Suharjo menjelaskan, yang pertama kebakaran itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Kemudian yang kedua, kalau tidak bisa terjadi dengan sendirinya berarti kebakaran itu bisa karena hal. Nah penyebabnya ada dua, bisa faktor alam dan bisa manusia.
Kalau faktor alam itu bisa memungkinkan itu dari petir dan juga larva gunung merapi. Nah ternyata disini tidak ada, dengan informasi itu tadi, apalagi difasilitasi oleh satelit yang resolusinya tinggi sehingga untuk memastikan titik itu terjadi kebakaran, sudah dipastikan itu bukan lagi titik panas tetapi titik api.
"Nah berbekal informasi itulah, ditambah lagi saya menemukan ada pohon sawit yang terbakar saat itu, mungkin mohon maaf yang lupa dia tebang dan timbun kedalam tanah, itu menjadi jelas bahwa kebakaran di situ (PT. Adei, red) adalah kebakaran yang bukan tidak di sengaja," pungkas Profesor. Dr. Bambang Heru Saharjo.
Sidang sebelumnya pada 25 Agustus 2020 telah menghadirkan HM Harris, hadir juga memberikan kesaksian Kepala Dinas (Kadis) Perkebunan dan Pertenakan Pelalawan, Mazrun.
EP