×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Riau Tanggap Darurat Karhutla, WALHI Tuntut Ketegasan Komitmen Rezim Baru

Sabtu, 26 Juli 2025 | 13:23 WIB Last Updated 2025-07-26T06:23:17Z

 

PEKANBARU, ELITNEWS.COM, — Provinsi Riau kembali dikepung asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin meluas. Sejak awal 2025, lebih dari 1.000 hektare lahan terbakar di Bumi Lancang Kuning. Lebih memprihatinkan, kepulan asap tidak hanya melanda Riau, tetapi telah menyeberang ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, bahkan Thailand. Kondisi ini memicu keprihatinan banyak pihak, termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, yang menuntut ketegasan dari Presiden Prabowo dan Gubernur Riau Abdul Wahid.



Karhutla tahun ini menunjukkan tren mengkhawatirkan secara nasional. Data Sipongi Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat, hingga Juni 2025, karhutla terjadi di 27 provinsi dengan luas total lebih dari 8.500 hektare. Sementara BMKG melaporkan setidaknya 120 peristiwa karhutla terjadi sepanjang tahun berjalan. Ini memperlihatkan lemahnya pencegahan dini, meski pemerintah pusat telah membentuk Desk Koordinasi Penanganan Karhutla sejak Maret 2025 lalu.


Di Riau, kebakaran menyebar di sembilan dari dua belas kabupaten/kota. Berdasarkan pemantauan WALHI Riau menggunakan data satelit Aqua dan Terra, sebanyak 310 titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi ditemukan pada periode 1 Mei hingga 24 Juli 2025. Rokan Hulu dan Rokan Hilir mencatat jumlah tertinggi, menunjukkan lemahnya pengawasan di wilayah-wilayah tersebut.


Direktur WALHI Riau, Boy Jerry Even Sembiring, menilai karhutla ini sebagai cerminan kegagalan Gubernur Abdul Wahid dalam menangani krisis ekologis. Naiknya status dari siaga darurat pada 2024 menjadi tanggap darurat pada 2025 menjadi bukti bahwa upaya pencegahan tidak berjalan efektif. Padahal, Provinsi Riau telah memiliki Perda Nomor 1 Tahun 2019 sebagai panduan teknis penanggulangan karhutla.


“Perda itu jelas mengatur langkah-langkah pencegahan. Tapi kalau implementasinya lemah, maka karhutla terus berulang. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi tanda nyata dari absennya kepemimpinan ekologis,” tegas Boy, Jumat 25 Juli 2025. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap korporasi pemegang izin yang terbukti arealnya terbakar berulang kali.


WALHI Riau mendesak agar Pemerintah Provinsi dan Pusat segera mencabut izin perusahaan yang gagal menjaga areal konsesinya. Selain itu, aparat penegak hukum seperti Kapolda Riau diminta untuk tidak hanya menyasar pelaku perorangan, tetapi juga korporasi. “Perusahaan seperti PT Berlian Mitra Inti harus ditindak secara tegas karena arealnya terbakar berulang. Jangan ada impunitas terhadap kejahatan lingkungan!” tambah Boy.


Dampak karhutla bukan hanya pada kerusakan ekosistem, tetapi juga mengancam kesehatan publik. Jasmi, Ketua Dewan Daerah WALHI Riau, menyebut kualitas udara di beberapa wilayah Riau seperti Siak, Dumai, dan Kampar sudah berada pada kategori tidak sehat. Di Rokan Hilir bahkan sempat mencapai level “sangat tidak sehat” pada 21 Juli 2025 berdasarkan pemantauan IQAir.


Parahnya lagi, kata Jasmi, kualitas udara di Pekanbaru diperburuk oleh polusi Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari PLTU Tenayan Raya dan tidak berfungsinya dua alat ukur ISPU. “Ini bentuk kegagalan negara dalam melindungi hak dasar warga atas lingkungan yang bersih dan sehat, sebagaimana dijamin UUD 1945 dan UU HAM No. 39 Tahun 1999,” ujarnya.


Lebih lanjut, Jasmi menegaskan bahwa ancaman karhutla kini telah berskala internasional. Satelit BMKG menunjukkan pergerakan asap dari Riau menuju Malaysia dan Singapura. Bahkan, kedua negara tersebut telah menyampaikan nota protes diplomatik. “Ini tamparan bagi Indonesia. Kita terikat dengan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang mewajibkan negara mencegah pencemaran asap lintas batas. Jangan sampai reputasi bangsa rusak karena kelalaian kita sendiri,” pungkas Jasmi.****

×
Berita Terbaru Update